Satu lagu belum tuntas ia mainkan
Namun ketukan itu telah berhenti seketika
Sebentar, kuletakkan cangkir tehku di atas meja
Kudekati ia, dengan langkah pelan
Ada resah yang membalut ruang
Sepi terasa sangat mencekam
Kutatap mata itu
Dingin, tanpa ekspresi
Tangannya masih ia letakkan lemah di atas tuts-tuts piano
dan mata itu terpejam, mencari sesuatu dalam angan
Perlahan, aku duduk di sampingnya
Kupijat lembut kedua bahunya agar resahnya hilang atau setidaknya lebih ringan
Piano itu pun berbunyi lagi
Nada-nadanya terdengar begitu sendu
Seperti tangis yang lama tersimpan dan kini lepas
Kudengar nyanyian dari bibirnya yang kelu
“Andai engkau benar di sini, coba bisikkan padaku bahwa engkau pun merinduku. Agar ruang ini tak sunyi, tak hanya aku dan pianoku yang bernyanyi.”
Aku tersenyum bahagia, lagu itu untukku
Kubisikkan kata rindu, yakin ia akan bisikkan hal yang sama
Namun yang kudapati, suaraku seperti dihempas angin semilir yang mendayu
Lalu ia bangkit, pergi bawa bingkai fotoku dalam genggaman tangan ...